2.1
Pengertian Tetanus
Penyakit
tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit
tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein
yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot
tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,
melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan
paralisis pernapasan.
2.2
Etiologi Tetanus
Clostiridium
tetani
adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan
gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat
neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani
yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor
predisposisi
2.3
Patofisiologi Tetanus
Suasana
yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai
keadaan antara lain :
1).
Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau,
cangkul dan lain-lain.
2).
Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
3).
Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara
kerja toksin
Toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi
darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat
mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi
dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah
dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
Tetanus
disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium
tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora
ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini
merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah
hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme).
Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa
berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal,
tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang
dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada
pembedahan.
2.4
Tanda dan Gejala pada Tetanus
1).
Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2).
Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3).
Kesukaran membuka mulut (trismus)
4).
Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5).
Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Timbulnya
gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama pada
rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena
spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus)
dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang
berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan
gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah,
bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah
berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan
tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul proksimal, dapat
dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula
timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada
anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir
2.5
Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1).
Badan kaku dengan epistotonus
2).
Tungkai dalam ekstensi
3).
Lengan kaku dan tangan mengepal
4).
Biasanya keasadaran tetap baik
5).
Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada
saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis,
takikardia dan sulit menelan.
2.6
Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus
1).
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang
2).
Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi
kuman sulit
3).
Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2.7
Komplikasi pada Tetanus
1).
Bronkopneumoni
2).
Asfiksia dan sianosis
2.8
Prognosa
Sangat
buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus
memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita
yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk
dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
Dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
- Masa Inkubasi yang pendek
(kurang dari 7 hari)
- Neonatus dan usia tua (lebih
dari 5tahun)
- Frekuensi kejang yang sering
- Kenaikan suhu badan yang tinggi
- Pengobatan terlambat
- Periode trismus dan kejang yang
semakin sering
- Adanya penyulit spasme otot
pernafasan dan obstruksi jalan nafas
2.9
Pencegahan pada Tetanus
Pencegahan
penyakit tetanus meliputi :
1).
Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2).
Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3).
Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4).
Pemberian anti tetanus serum.
2.10
Penatalaksanaan pada Tetanus
a
Umum
Tetanus
merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera
diberikan :
1).
Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus
disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV).
2).
Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip;
Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6
jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3).
Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis
ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4).
Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari
2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk
pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5).
Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi
rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6).
Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan
tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7).
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8).
Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9).
Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10).
Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11).
Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot
dan ambulasi selama penyembuhan.
- b. Pembedahan
1).
Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi
trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2).
Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
2.11
Asukan Keperawatan pada pasien anak dengan Tetanus
- 1. Pengkajian Keperawatan
1).
Pengkajian
- Identitas pasien : nama, umur,
tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnosa medik, rencana terapi
- Identitas orang tua:
Ayah
: nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
Ibu
: nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
- Identitas sudara kandung
2).
Keluhan utama/alasan masuk RS.
3).
Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu
- Ante natal care
- Natal
- Post natal care
- Riwayat kesehatan keluarga
4).
Riwayat imunisasi
5).
Riwayat tumbuh kembang
- Pertumbuhan fisik
- Perkembangan tiap tahap
6).
Riwayat Nutrisi
- Pemberin asi
- Susu Formula
- Pemberian makanan tambahan
- Pola perubahan nutrisi tiap
tahap usia sampai nutrisi saat ini
7).
Riwayat Psikososial
8).
Riwayat Spiritual
9).
Reaksi Hospitalisasi
- Pemahaman keluarga tentang
sakit yang rawat nginap
10).
Aktifitas sehari-hari
- Nutrisi
- Cairan
- Eliminasi BAB/BAK
- Istirahat tidur
- Olahraga
- Personal Hygiene
- Aktifitas/mobilitas fisik
- Rekreasi
11).
Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum klien
- Tanda-tanda vital
- Antropometri
- Sistem pernafasan
- Sistem Cardio Vaskuler
- Sistem Pencernaan
- Sistem Indra
- Sistem muskulo skeletal
- Sistem integument
- Sistem Endokrin
- Sistem perkemihan
- Sistem reproduksi
- Sistem imun
- Sistem saraf : Fungsi cerebral,
fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum,
refleks, iritasi meningen
12).
Pemeriksaan tingkat perkembangan
- 0 – 6 tahun dengan menggunakan
DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial)
- tahun keatas (perkembangan
kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
13).
Tes Diagnostik
14).
Terapi
- 2. Diagnosa Keperawatan
1).
Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spame otot pernafasan.
2).
Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.
3).
Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
4).
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
5).
Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
6).
Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang dan oliguria
7).
Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
8).
Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan
sering kejang
9).
Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
10).
Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
- 3. Intervensi Keperawatan
Dx.1.Kebersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan
spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak
efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa
Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan
: Jalan nafas efektif
Kriteria
:
-
Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
-
Pernafasan 16-18 kali/menit
-
Tidak ada pernafasan cuping hidung
-
Tidak ada tambahan otot pernafasan
-
Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH=
7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bebaskan
jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
|
Secara
anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.
|
2
|
Pemeriksaan
fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap
2-4 jam sekali
|
Ronchi
menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang
menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.
|
3
|
Bersihkan
mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction
|
Suction
merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah
proses respirasi
|
4
|
Oksigenasi
|
Pemberian
oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
|
5
|
Observasi
tanda-tanda vital tiap 2 jam
|
Dyspneu,
sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja
jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
|
6
|
Observasi
timbulnya gagal nafas.
|
Ketidakmampuan
tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation)
|
7
|
Kolaborasi
dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik)
|
Obat
mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah
pengeluaran dan memcegah kekentalan
|
Dx.2.Gangguan
pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot
pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan
: Pola nafas teratur dan normal
Kriteria
:
-
Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
-
Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
-
Tidak sianosis.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Monitor irama
pernafasan dan respirati rate
|
Indikasi
adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari
frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
|
2
|
. Atur posisi
luruskan jalan nafas.
|
Jalan nafas
yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan
lancar.
|
3
|
Observasi
tanda dan gejala sianosis
|
Sianosis
merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer
|
4
|
. Oksigenasi
|
Pemberian
oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia
|
5
|
Observasi
tanda-tanda vital tiap 2 jam
|
Dyspneu,
sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja
jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
|
6
|
Observasi
timbulnya gagal nafas.
|
Ketidakmampuan
tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
|
7
|
Kolaborasi
dalam pemeriksaan analisa gas darah.
|
Kompensasi
tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat
|
Dx.3.Peningkatan
suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang
dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari
10.000 /mm3
Tujuan
Suhu tubuh normal
Kriteria
: 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
NO
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
. Atur suhu
lingkungan yang nyaman.
|
Iklim
lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu
proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
|
2
|
Pantau suhu
tubuh tiap 2 jam
|
Identifikasi
perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaution
|
3
|
Berikan
hidrasi atau minum ysng cukup adequat
|
Cairan-cairan
membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam
|
4
|
Lakukan
tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.
.
|
Perawatan
lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
|
5
|
Berikan
kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.
|
Kompres
dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
|
6
|
Laksanakan
program pengobatan antibiotik dan antipieretik
|
Obat-obat
antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram
positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
|
7
|
Kolaboratif
dalam pemeriksaan lab leukosit.
|
Hasil
pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan
adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang
diprogramkan
|
Dx.4.Pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang
ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali
lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan
protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria
:
-
BB optimal
-
Intake adekuat
-
Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Jelaskan
faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi
tubuh
|
Dampak dari
tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami
kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan
tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.
|
2
|
Kolaboratif :
Pemberian
diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Pemberian
carian per IV line
Pemasangan
NGT bila perlu
|
Diit
yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan
proses mengunyah.
Pemberian
cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau
tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
NGT
dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat
|
Dx.5.Resiko
injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan
: Cedera tidak terjadi
kriteria
-
Klien tidak ada cedera
-
Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi
|
Rasional
|
|
1
|
Identifikasi
dan hindari faktor pencetus
|
Menghindari
kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
|
2
|
Tempatkan
pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
|
Menurunkan
kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
|
3
|
Sediakan
disamping tempat tidur tongue spatel
|
Antisipasi
dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi
klien
|
4
|
Lindungi
pasien pada saat kejang
|
Mencegah
terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
|
5
|
Catat
penyebab mulai terjadinya kejang
|
Pendokumentasian
yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
|
Dx.6.Defisit
velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
-
Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji intake
dan out put setiap 24 jam
|
Memberikan
informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
|
2
|
Kaji
tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
|
Indikator
keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
|
3
|
Berikan dan
pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT
40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
|
Mempertahankan
kebutuhan cairan tubuh
|
4
|
Monitor berat
jenis urine dan pengeluarannya
|
Mempertahankan
intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
|
5
|
Pertahankan
kepatenan NGT
|
Penurunan
keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/
peningkatan kebutuhan cairan
|
- 4. Implementasi Keperawatan
Lakukanlah
apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang telah anda
lakukan tidakan pada pasien.
- 5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang
diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat
dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan
besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC
http://
likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus
http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/05/askep-tetanus.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus
http://7hidayat2.wordpress.com/2009/04/23/askep-tetanus/+askep+tetanus
http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html
No comments:
Post a Comment